SMADAV

smadav antivirus indonesia

"Keajaiban Dunia" di Teluk Balikpapa

Posted by BUDIANTO.COM Jumat, 16 Juli 2010 0 komentar
Provinsi Kalimantan Timur selama ini dikenal mempunyai sejumlah kawasan konservasi dengan keanekaragaman hayati luar biasa.

Sebut saja, Taman Nasional Kayan Mentarang yang terluas di Indonesia, mencapai 1,2 juta hektare, dengan keanekaragaman hayati untuk hutan tropis ekosistem dataran tinggi terlengkap di Pulau Borneo.


Sekitar 60 persen wilayahnya berada di Kabupaten Malinau dan sisanya di Kabupaten Nunukan. Aktivitas penjarahan hutan dan penyelundupan kayu mengancam kawasan itu karena berbatasan langsung dengan Sabah dan Serawak, Malaysia Timur.

Kawasan ini tidak hanya menjadi penting bagi ekologis akan tetapi juga ilmu pengetahuan, khususnya bidang sejarah dan arkeologi karena sejumlah kawasan ditemukan situs manusia purba termasuk "lungun" batu atau peti mati bertangkup seperti perahu.

Di Kaltim juga terdapat kawasan konservasi Bukit Gajah Berau yang berdasarkan penelitian primatolog baru-baru ini menunjukan strategisnya kawasan itu, yakni menjadi habitat yang memiliki populasi Orangutan (Pongo pygmaeus) terbanyak ketimbang Taman Nasional Kutai (TNK).

Semua daerah di Kaltim (14 kabupaten dan kota) terdapat sejumlah kawasan konservasi yang memiliki keunikannya masing-masing. Namun, sayangnya rata-rata mengalami kerusakan sangat parah. Salah satu contoh adalah kasus yang menimpa TNK, padahal kawasan itu disebut-sebut sebagai "benteng terakhir" hutan tropis basah dataran rendah di Kaltim.

Dari luas total TNK mencapai 198.000 Ha, ternyata luas yang tersisa akibat berbagai kasus  antara lain bencana kebakaran hutan dan lahan, penjarahan hutan dan pembukaan lahan ilegal  menyebabkan kawasan suaka alam yang ada sejak Kesultanan Kutai itu kini hanya 4.500 Ha.
Di tengah-tengah pesimistis terhadap upaya pelestarian alam di Kaltim, salah satu faktornya adalah kesan saling lempar tanggung jawab antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, seorang peneliti asing mengungkapkan keanekaragaman hayati luar biasa di Teluk Balikpapan.

Keunikan yang diungkapkan Stanislav Lhota, ilmuwan dari Departemen Zoologi, Universitas  South Bohemia Republik Chechnya itu bak menyingkap tirai di depan mata bahwa ada kawasan konservasi yang dekat kawasan perkotaan namun seperti terlupakan.

Kawasan Teluk Balikpapan terletak hanya beberapa kilometer dari pusat Kota Balikpapan,  jadi tidak seperti rata-rata kawasan konservasi di daerah lain di Kaltim yang biasanya jauh dari pusat kota.

Stanislav Lhota mengungkapkan, kelestarian alam pada perairan Teluk Balikpapan  menjadi sangat strategis karena ternyata masih ditemukan Duyung (Dugon dugon), padahal ada  anggapan masyarakat umum bahwa mamalia laut itu sudah punah di kawasan selatan Kaltim.
"Saat ini duyung di Teluk Balikpapan dalam kondisi terancam. Ancaman utama adalah hilangnya padang lamun yang merupakan pakan utama duyung. Padang Lamun menghilang karena  sedimentasi dan polusi kimia," katanya.

Ia memaparkan, sebenarnya keberadaan satwa laut paling langka di Indonesia pada Teluk Balikpapan diketahui beberapa tahum silam oleh para ilmuwan.

"Pada 1996 telah diusulkan bahwa dugong telah punah di Kalimantan. Tapi empat tahun kemudian, pada tahun 2000 ditemukan kembali oleh Yayasan RASI (Rare Aquatic Species Indonesia) di Teluk Balikpapan," imbuh dia.

Ancaman utama bagi kelestarian Duyung adalah hilangnya padang lamun di Teluk Balikpapan diduga akibat terjadinya sedimentasi dan polusi kimia. Salah satu sumbernya perusahaan perkebunan sawit, PT Agro Indomas di Kelurahan Pemaluan dan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara.

Perusahan tersebut telah menanam sawit di sepanjang pesisir dan tepian sungai dan anak  sungai yang dilarang undang-undang.
 
Pesut dan Bekantan

Lhota menilai, kelestarian Teluk Balikpapan penting karena menyimpan "keajaiban dunia". Yakni bukan hanya terdapat Duyung namun juga Pesut Mahakam dan menjadi kawasan  penting bagi bekantan, primata langka tersebut di dunia.

Ada anggapan, Pesut Mahakam selama ini hanya terdapat pada tiga belahan dunia, yakni  Sungai Mahakam, Sungai Irawady dan Sungai Mekong. Satwa ini diketahui sebelumnya hidup  pada ekosistem air tawar (sungai).

Ternyata, Pesut Mahakam juga ditemukan di Teluk Balikpapan padahal dengan ekosistem air asin (laut). Satwa langka yang menjadi maskot Kaltim itu ternyata juga  kemudian ditemukan di Sungai Malinau (Kaltim).

Populasi Pesut di Teluk Balikpapan sekitar 60-140 ekor. Muara Tempadung merupakan habitat yang sangat penting bagi pesut, sebagai daerah pencarian ikan dan migrasi.

Tidak jauh berbeda dengan nasib Duyung, Pesut Mahakam di Teluk Balikpapan terancam baik
oleh nelayan, aktivitas kapal-kapal perusahaan, serta kegiatan pembangunan pelabuhan  perusahaan batu bara dan pengeboran pipa perusahaan Migas.

Pengeboran pipa Migas diperkirakan bisa menimbulkan kerusakan permanen pada telinga pesut.  Padahal indra ini bermanfaat dalam menentukan lokasi mencari makanan.

"Pesut mencari dan menangkap ikan dengan cara echolocation (sonar) dan jika telinga mereka rusak mereka tidak dapat menemukan makanan. Kegiatan pengeboran pipa sangat berbahaya bagi pesut," katanya.KOMPAS.com 

0 komentar:

Posting Komentar

BLOG ini benar-benar DOFOLLOW
Silahkan dapatkan Backlink Gratis dengan Komentar
Maaf SPAM akan Dihapus,
Contoh SPAM : Mengetik Link Pada Komentar, Komentar tidak sesuai Isi Artikel,No Porno, No Sara.

Total Tayangan Halaman